Genre: Horror
hk:joshua, hc:casey, eh:spencer, rw:nathan, sw:andrew, lt:dennis
sd:mathew, dh: aiden, ys:jerome, ki:jordan, sm:vincent, kh:marcus, kb:bryan trevor
Super Junior’s Dorm, September 13th, 2010, 09.05 AM
“Anak-anak, cepat beres-beresnya! Kita harus berangkat sebentar lagi. Manager hyung sudah marah-marah di bis,” seru Dennis. Di antara ke tiga belas member Super Junior, hanya dia yang sudah siap di ruang tengah dengan semua barang bawaannya.
“Iya hyung! Aku siap!” kata Vincent sambil sibuk merapikan barang bawaannya. Dia membawa ransel besar berwarna pink dan bermotif bunga-bunga, beberapa kotak sejenis kotak kosmetik berwarna pink, dan mengenakan baju poloshirt Snoopy yang lagi-lagi berwarna pink belang-belang.
“Ya, ampun, Vincent! Banyak sekali barang bawaanmu. Kita kan hanya menginap 3 hari. Lagakmu seperti mau berkemah dua minggu. Ckckckck,” sindir Casey. Memang kalau dibandingkan dengan Vincent, Casey hanya membawa sedikit barang bawaan. Ia menggendong tas merah dekil kebanggaannya yang lebih cocok jadi tas ajumma ketimbang tas pria, membawa sekantung makanan kecil, dan memakai baju belang-belang berwarna hitam dengan corak tengkorak dipadu dengan kacamata vintage dan topi panama. Kalau dipiki-pikir selera Casey memang aneh.
Akhirnya setelah tiga puluh menit, semua member sudah siap pergi dan menuju ke bis mereka.
“MEMBERSHIP TRAINING, HERE WE COME!” seru Dennis dengan logat Inggris aneh dan diiringi tawa khasnya. Member yang lain terlihat bersemangat dan bergembira. Sebelum mereka pergi, tak lupa Casey, Dennis, Spencer, dan Vincent berfoto terlebih dahulu.
______________________
Villa at Busan, September 13th, 2010, 01.10 PM
Akhirnya mereka sampai di sebuah villa di daerah pinggiran Busan. Villa itu cukup besar; sejenis rumah kayu. Ada sebuah cerobong asap yang menyembul di bagian atapnya. Suasananya cukup tenang dan asri. Di sekeliling villa ada taman-taman bunga yang indah dan pohon-pohon ek besar bertebaran di mana-mana. Villa ini persis seperti rumah-rumah di cerita dongeng lengkap dengan ayunan, kolam ikan, dan beberapa bangku taman.
“Waaaah! Villa yang indah!” seru Vincent tepat ketika ia menginjakkan kakinya di halaman villa. Ia berlari-lari dan berputar-putar seperti di dalam film di antara bunga-bunga yang bermekaran.
“Vincent, aku ikuuuut!” seru Spencer. Mereka langsung berlari-lari dan berpelukan seperti teletubbies.
“Hei! Kalian merusak bunga-bunganya!!!” teriak seorang kakek tua yang berbadan kekar kepada Vincent dan Spencer. Ia membawa sebuah garpu taman besar dan mengarahkannya ke muka Vincent. Ia memperhatikan wajah Vincent yang ketakutan lalu menghembuskan nafas berbau tembakau ke arahnya. “Anak kota, jangan rusak apapun di villa ini! Di sini berbeda dengan di kota sana. Kau mengerti, bocah pink?”
“N..Ne,” jawab Vincent tertahan karena ia menahan nafasnya.
“Mianhamnida, ajussi! Mereka terlalu senang menginap di villa yang sangat indah ini. Kami berjanji akan menjaga villa ini dengan baik,” kata Dennis sambil membungkukkan tubuhnya berulang kali.
“Kau yang paling tua ya? Jaga adik-adikmu dengan baik! Kalian ini tamu baru yang punya nama itu kan? Kalian..”
“Urineun syupeo juni, O eyo!!!” seru Dennis dan diikuti dengan refleks oleh member lainnya.
“Ya apapun itu lah. Mari kutunjukkan isi villa ini,” kata ajussi itu sambil meludah.
______________
Ajussi itu mengambil kunci-kunci yang bergemerincing dari dalam sakunya lalu membuka pintu villa. Dalamnya terlihat sedikit suram dan berdebu. Ia berdiri di depan pintu dan menghalangi member-member untuk masuk, jadi mereka hanya mengintip dari balik tubuh ajussi mengerikan itu.
“Di atas kamar tidur kalian, ada tiga ruangan, jadi terpaksa kalian harus berbagi kamar. Di pojok kanan itu kamar mandi. Ada tiga kamar mandi di villa ini. Satu di sana, yang satu lagi di atas, dan satu lagi di luar. Tapi yang di luar jarang dipakai, pakai saja kalau darurat. Dari pintu masuk lalu belok kanan itu dapur. Dapurnya bersatu dengan ruang makan.
“Dengar, kalian boleh melakukan apapun di villa ini, tetapi jangan pernah menyentuh atau mengganggu barang-barang di sini apalagi merusaknya. Usahakan semua barang di sini tetap di posisinya. Kalau terjadi apa-apa panggil saja aku. Aku akan ada di sekitar halaman villa sampai pukul enam sore,” jelas ajussi itu.
“Kalau malam-malam terjadi sesuatu bagaimana?” Tanya Jerome.
“Selama kau menurut padaku, takkan terjadi apa-apa.”
“Ajussi, kenapa kita tak masuk dulu?” Tanya Casey yang terlihat kepanasan.
“Aku tidak mau. Masih banyak pekerjaan yang harus kulakukan.”
“Ayolah, kita minum dulu sambil mengobrol tentang villa ini,” ajak Andrew.
“AKU TIDAK MAU!!” bentak ajussi dengan mata melotot dan ekspresi yang lebih mirip ketakutan ketimbang marah.
“Oke, oke. Sabar dulu! Baiklah kami mengerti. Kalau begitu kami akan masuk dan beristirahat dulu,” kata Dennis.
Ajussi itu tak mengatakan apa-apa. Ia hanya menyingkir dari depan pintu dan membiarkan member-member Super Junior masuk. Ia menghela nafas lalu kembali bekerja. Ia mengatakan dengan pelan, “semoga Tuhan melindungi mereka.”
Semua member berebutan masuk ke villa itu. Mereka berlarian untuk berebut kamar yang paling bagus. Aiden tertinggal di belakang. Entah kenapa ia merasakan sesuatu yang aneh di villa itu. Perasaan aneh yang menyelubunginya membuat jantungnya berdegup kencang. Ia dengan malas masuk ke dalam dan dengan seketika suasana di dalam berubah drastis. Hangatnya musim panas seakan berganti menjadi dinginnya musim salju. Seperti ada angin yang berdesir di tengkuknya, padahal tidak ada angin yang berhembus.
“Hyung, kenapa diam saja? Ayo masuk! Nanti hyung dapat kamar yang jelek,” ajak Marcus sambil menepuk pundak Aiden. Aiden mengangguk.
Ia mulai melangkahkan kakinya. Aneh, pikirnya. Langkah kakinya terasa berat. Ia melihat ke sekeliling. Semua member Super Junior sudah ada di lantai atas. Ia melangkahkan kakinya lagi tabpa menghiraukan berat langkahnya. Ketika sampai di depan tangga, langkahnya kembali terhenti. Kini udara di sekitar seperti menusuk-nusuk paru-parunya. Sesak, pikirnya.
Perasaan-perasaan aneh seperti itu terus menerus meneror Aiden. Terkadang bulu kuduknya meremang ketika angin lembut dingin berdesir di tengkuknya.
“Aiden, kau kenapa sih? Kelihatannya kau kurang sehat,” kata Mathew pada Aiden.
“Tidak apa-apa kok. Kita sekamar ya, hyung?”
“Iya. Kau, aku, dan Nathan.”
Angin dingin itu berdesir lagi. Kini rasa dinginnya berubah menjadi hangat.
_____________
Villa at Busan, September 13th, 2010, 07.43 PM
“Hey Marcus! Teruskan sendiri ya masaknya. Aku ingin pipis,” kata Vincent sambil mengempit kedua kakinya.
“Iya hyung. Biar aku saja yang teruskan tinggal satu sandwich lagi kok.”
Vincent dengan tergesa-gesa melepaskan celemeknya lalu bergegas ke kamar mandi lantai bawah. Ia mengetuk lalu langsung terdengar caci maki Casey.
“Woiiiii!!! Aku sedang mandi! Sana pakai yang lain!” bentaknya.
“Mianhae, hyung!” kata Vincent. Ia langsung lari menuju kamar mandi atas.
Pintu kamar mandi atas pun terkunci. Vincent mengetuk tetapi tak terdengar jawaban. Ia mengetuk lagi. Lagi-lagi tak ada jawaban. Yang terdengar hanya senandung pelan seseorang dari dalamnya. Nathan mungkin, pikirnya. Kalau Nathan sudah di kamar mandi dan bersenandung, itu artinya ia akan lama berada di sana. Karena takut dibentak lagi, akhirnya Vincent kembali ke lantai bawah.
“Hyung, sudah pipisnya?” Tanya Marcus ketika Vincent berlari-lari kecil menahan kencing di dapur.
“Belum. Kamar mandi semuanya penuh. Aku malas pergi keluar,” jawab Vincent.
“Di atas memang ada yang pakai?” Tanya Nathan.
“Iya ada,” jawab Vincent. Ia memandang Nathan dengan heran. Bukannya Nathan yang di kamar mandi atas? Pikirnya.
“Kau berkhayal ya?” Tanya Andrew sambil menahan tawa.
Vincent menghitung semua member satu per satu. Ada 9 orang di ruang makan termasuk Vincent. Ditambah Casey yang sedang mandi berarti pas 10 orang. “Jadi, yang di atas tadi siapa? Sumpah pintunya terkunci dan aku melihat lampunya menyala bahkan aku mendengar senandungnya.”
Tiba-tiba lampu padam. “AAAAAHHHHH!” teriak semua member.
“Siapa yang mematikan lampu? Aku sedang mandi!!! Aish!” bentak Casey sambil keluar dari kamar mandi dengan wajah penuh sabun.
“Hyung, jangan-jangan pencuri!” kata Nathan. Semua orang menjerit lagi lalu berlindung di belakang punggung Dennis.
“Ayo kita periksa dulu!” ajak Dennis dengan suara bergetar.
Dengan berbekal sapu dan senter, mereka pun ke lantai atas untuk memastikan siapa yang ada di kamar mandi. Tidak ada yang bersuara. Yang terdengar hanya detak jantung mereka yang berdegup kencang.
Kamar mandi itu ada di ujung koridor. Dennis mengarahkan senter ke arah pintu kamar mandi. Mereka berjalan merayap ke tembok. Sayup-sayup terdengar suara senandung. Mereka menghentikan langkah.
“Tuh kan! Ada orang di dalam sana!” bisik Vincent cemas.
Dennis menelan ludah lalu kembali memimpin pasukannya. Akhirnya mereka sampai di depan pintu, Dennis memberi kode ‘1,2,3’ dengan tangannya. Pada hitungan ketiga, ia mendobrak pintunya dan memukul-mukulkan sapunya secara acak. Lampu akhirnya menyala kembali.
“AAAAAAHHHH!” teriak beberapa orang. Setelah lampu menyala, ternyata tak ada siapa-siapa di dalam kamar mandi. Semua saling berpandangan heran. Tiba-tiba ada sesuatu yang hangat menggenangi kaki mereka. Tak ada seorang pun yang berani melihatnya karena mereka semua beranggapan itu adalah darah segar.
“AAAAHHHHH!” teriak Vincent. “Vinceeeeent!!!” teriak yang lain. Mereka sangka Vincent ditusuk dan darahnya-lah yang tergenang di lantai.
“Hyung, aku pipis di celana!”
__________________
“Kau terlalu banyak nonton film!” kata Mathew pada Vincent dengan kesal ketika mereka duduk di meja makan.
“Sudah..sudah! Jangan dibahas lagi! Lebih baik sekarang kita makaaaan!” kata Marcus dengan ceria sambil membawa nampan berisi tumpukan sandwich.
Semua orang bersemangat mengambil sandwich-sandwich itu. Dengan cepat sandwich-sandwich di nampan habis. Mereka makan dengan tenang sambil bercengkrama.
Casey lalu datang dari kamarnya. “Mana sandwich-ku?” tanyanya heran sekaligus marah pada Marcus.
“Loh, hyung belum mengambilnya? Kok sudah habis ya? Padahal tadi aku buat pas sepuluh buah,” jawab Marcus dengan heran.
“Ayo mengaku! Siapa yang makan bagianku? Mathew?”
“Enak saja! Aku sedang diet hyung!” jawab Mathew.
“Sudah, hyung. Aku buatkan saja lagi. Mungkin tadi aku salah hitung,” kata Marcus.
Setengah jam kemudian mereka selesai makan. Marcus dan Vincent membereskan meja sementara Spencer mengambilkan minuman soda. Ia menaruh sepuluh botol minuman di meja. Lagi-lagi semua member berebut soda. Marcus yang habis mencuci piring kembali ke meja makan untuk minum soda.
“Punyaku mana hyung?” Tanya Marcus pada Spencer.
Spencer melihat ke arah meja. Yang ada hanya beberapa botol minuman kosong di atas meja. “Tidak tahu. Tadi aku ambil sepuluh botol kok. Sudah benar-benar aku hitung. Kemana ya?” jawab Spencer kebingungan.
“Ya sudah hyung, aku minum air putih saja,” kata Marcus sambil mengambil gelas kertas.
Setelah selesai minum-minum, Spencer mengumpulkan botol-botol kosong lalu menghitungnya. Ada sepuluh buah kok, pikirnya. Ia lalu membuang botol-botol itu ke keranjang sampah.
Aneh, seperti ada yang ikut makan bersama saja, pikirnya lagi.
___________
To be continued…
Vincent pipis DAEBAK!! xD
ReplyDelete=_=''' *needs english*
ReplyDelete@Value1984 i'm sorrryyyyy! my english isn't very good. i'll try to write in english later. hey, you can check my MV Stories, then. i wrote 'em in english (with a lot of mistake) ;)
ReplyDelete